About the Indonesia Update conference
The Indonesia Update is largest annual conference on Indonesian society outside of Indonesia and dates back to 1983. Held in September, it is organised by The Australian National University’s Indonesia Project, with support from ANU Department of Political and Social Change, as well as the Department of Foreign Affairs and Trade. The ANU Indonesia Project wishes to thank The Australian National University and the Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade for their substantial and continuing support.
Sana Jaffrey (The Australian National University)Eve Warburton (The Australian National University)
Download the conference booklet here (58 page PDF) for an overview of the conference schedule, speakers and abstracts.Download the conference program here (10 page PDF).
Image: President Jokowi Affirms the Government’s Commitment to the Sustainability of IKN Development. BPMI Setpres/Rusman.
Indonesian sign language and simultaneous translation into Indonesian will be available online.
The Indonesia Update has been conducted annually since 1983. It is organised by The Australian National University (ANU) Indonesia Project, and receives support from ANU’s Department of Political and Social Change, the and the Department of Foreign Affairs and Trade.
Hasil periksa fakta Panji
Isi video hanya membahas tentang dimana saja posisi Presiden Jokowi dan anak-anaknya ketika demo 22 Agustus 2024 kemarin terjadi. Selain itu massa demo di Solo hanya mengambil lokasi di Bundaran Gladak hingga ke Balai Kota Solo, tidak sampai ke kediaman pribadi Presiden Jokowi.
[KATEGORI]: Konten dimanipulasi
[SUMBER]: YOUTUBE https://ghostarchive.org/varchive/0wadnH41sQo (arsip)
RUMAH JOKOWI JADI SASARAN RIBUAN MASSA KEPUNG DAN SERBU KEDIAMAN REZIM DI SOLO
Pada 22 Agustus 2024 kemarin masyarakat Indonesia melakukan aksi demo terkait dengan RUU Pilkada, bersamaan dengan peristiwa ini beredar sebuah video di Youtube yang memberikan klaim jika ribuan massa mengepung kediaman pribadi Presiden Jokowi di Solo.
Namun, dalam isi video ini narator membacakan hanya sebuah artikel dari Bisnis.com yang berjudul , “Posisi Jokowi dan Anak-anaknya saat Rakyat Gelar Demo Putusan MK”. Artikel ini membahas tentang sedang dimana posisi Jokowi dan keluarganya pada saat demo 22 Agustus 2024 kemarin pecah, tidak ada pembahasan tentang rumah Jokowi di Solo yang dikepung massa.
Sementara itu, untuk lokasi demo di Solo sendiri mahasiswa melakukan aksinya dari Bundaran Gladak menuju ke Balai Kota Solo. Tidak ada laporan jika aksi demo di Kota Solo mengambil titik lokasi di kediaman pribadi Presiden Jokowi.
https://www.bisnis.com/read/20240824/638/1793692/posisi-jokowi-dan-anak-anaknya-saat-rakyat-gelar-demo-putusan-mk
https://www.merahputih.com/post/read/aksi-jalan-mundur-dan-bakar-pocong-jokowi-di-bekas-kantor-gibran
Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi perpolitikan di Indonesia kembali memanas setelah Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan hal yang berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Hal ini membuat masyarakat melakukan protes yang membanjiri media sosial pada Rabu (21/8/2024). Netizen di Indonesia ramai membagikan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial dengan tulisan ""Peringatan Darurat".
Pantauan CNBC Indonesia, sejak Rabu kemarin hingga Kamis pagi, banyak yang mengunggah Instagram Stories dengan mematrikan visual tersebut.
Aksi protes tidak hanya ramai di media sosial tetapi juga di lapangan.
Ribuan aksi mahasiswa menggelar demo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pagi hari ini. Demo dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) dan para buruh sebagai protes terhadap revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI.
Adapun protes masyarakat bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa lalu. Hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan kedua partai tersebut terhadap UU Pilkada.
Dalam keputusan MK disebut partai politik (parpol) tidak perlu memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengajukan calon kepala daerah.
Namun, Baleg DPR kemudian memutuskan hal yang berbeda dengan MK DPR sepakat jika perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Partai yang mempunyai kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20% kursi DPRD atau 25% suara pemilu sebelumnya.
DPR juga memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) sehingga batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih dan bertolak belakang dengan putusan MK.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada 4 Juni 2024 menyebut batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih
Aksi demo mahasiswa dan buruh pada pagi hari ini pun menambah deretan aksi demo menolak dominasi pemerintah yang terlalu berlebihan. Pada era pemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sudah beberapa kali aksi demo dilakukan, mulai dari demo Pemilu 2019, demo RUU Kitab Undang-undang Hukum Perdana (KUHP), dan lain-lainnya.
Tak hanya baru kali ini saja demo terkait pemilihan umum (Pemilu) atau Pilkada terjadi. Pada 2019 lalu tepatnya 21-22 Mei 2019, terjadi aksi demo hingga berunjung kerusuhan terjadi di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat.
Demo ini digelar dari kalangan yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019. Lebih dari 400 orang ditangkap. Kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 sebatas bentrok antara massa dengan aparat di sejumlah titik sekitar Sarinah, Tanah Abang, dan Sabang. Tidak sampai terjadi penjarahan.
Bermula dari aksi unjuk rasa para pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno di depan kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Sarinah, Jakarta Pusat. Pasangan tersebut kalah dari Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Kepolisian saat itu memberlakukan status siaga satu mulai dari 21 hingga 25 Mei 2019 untuk pengamanan usai penyampaian hasil final rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
Langkah itu diambil sebagai antisipasi jika terjadi kekacauan mengingat pendukung Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf terlibat dalam perseteruan yang kental hingga ke akar rumput.
Sebanyak 6 orang dikabarkan meninggal akibat kerusuhan di kawasan Jakarta. Kericuhan sendiri terjadi tengah malam, tepat menjelang aksi 22 Mei 2019.
2. Demo Tolak RUU KUHP
Pada September 2019 lalu, gedung DPR/MPR RI, Jakarta dipenuhi oleh massa aksi mahasiswa yang berdiri di depan pintu gerbang gedung parlemen. Massa aksi tersebut bertujuan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggeruduk gedung parlemen untuk melayangkan kekecewaan mereka tentang RUU KUHP yang mereka nilai memuat poin-poin yang bermasalah dan merugikan masyarakat.
Tak hanya di Jakarta saja, demonstrasi itu juga digelar di berbagai kota, seperti Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Foto: Demo Mahasiswa di Gedung DPR (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Demo Mahasiswa di Gedung DPR (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Mereka menyampaikan misi tidak percaya kepada anggota dewan yang dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat terkait sejumlah produk undang-undang yang disahkan.
Saat itu para mahasiswa menolak RKUHP yang sejumlah pasalnya dinilai bermasalah. Mereka juga RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertambangan Minerba, dan RUU Sumber Daya Air.
Salah satu penyebabnya adalah pembahasan RKUHP dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mewakili pemerintah dan Komisi III DPR pada 15 September 2019.
3. Demo Tolak RUU KPK
Tidak hanya menyoal RUU KUHP, pada kesempatan yang sama, aksi massa mahasiswa juga melayangkan penolakan mereka terhadap revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Revisi tersebut dinilai melemahkan kekuatan KPK untuk mengentaskan korupsi di Indonesia. Sehingga, aksi massa yang sama di gedung parlemen melayangkan kekecewaan mereka terhadap revisi UU KPK.
Dalam aksi ini, aksi massa juga menyoroti pemilihan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Padahal, Firli adalah tokoh yang kontroversial dan mendapat banyak penolakan dari banyak penggiat anti korupsi.
Foto: Massa Koalisi Masyarakat Menyelamatkan KPK menggelar aksi di depan gedung DPR RI. Mereka menolak Revisi UU KPK yang telah disahkan DPR menolak Revisi UU KPK, Selasa (17/9.) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Massa Koalisi Masyarakat Menyelamatkan KPK menggelar aksi di depan gedung DPR RI. Mereka menolak Revisi UU KPK yang telah disahkan DPR menolak Revisi UU KPK, Selasa (17/9.) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
4. Demo Tolak RUU Cipta Kerja
Puncak pergerakan aksi massa mahasiswa secara besar-besaran terjadi pada awal tahun 2020 silam dengan adanya RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang akhirnya disahkan menjadi RUU Cipta Kerja sebagai bagian dari serangkaian undang-undang sapu jagat (Omnibus Law).
Foto: Sempat Tegang, Begini Situasi Demo UU Ciptaker(CNBC Indonesia TV)
Sempat Tegang, Begini Situasi Demo UU Ciptaker(CNBC Indonesia TV)
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi memadati berbagai titik demonstrasi di seluruh Indonesia. Yogyakarta sebagai kota pelajar juga dipadati dengan massa aksi yang tergabung dalam gerakan 'Gejayan Memanggil' sebagai salah satu pergerakan menolak omnibus law tersebut.
Tidak hanya mahasiswa, ratusan buruh juga turut menyuarakan penolakan mereka terhadap undang-undang yang mereka nilai merugikan pekerja dan hanya menguntungkan segelintir pihak saja.
Bahkan, perumusan naskah undang-undang tersebut juga dinilai tidak melibatkan rakyat kecil dalam penyusunannya.
5. Demo Tolak Presiden 3 Periode
Pada April 2022, demonstrasi mahasiswa terjadi untuk menolak wacana presiden 3 periode. Massa aksi yang terdiri atas mahasiswa berkumpul di kawasan gedung DPR dan kawasan Istana Merdeka pada Senin, 11 April 2022.
Mereka menolak wacana presiden 3 periode sekaligus wacana penundaan pemilu yang dinilai menciderai konstitusi. Dalam aksi yang sama, mereka juga menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan yang tengah melanda masyarakat seperti harga minyak goreng serta kebutuhan lainnya yang sedang mengalami kenaikan.
Foto: Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin, (28/3/2022). Dalam aksi tersebut para mahasiswa menyampaikan protes terhadap pemerintah atas beberapa masalah yang terjadi di beberapa waktu terakhir, seperti kelangkaan bahan pokok, pemindahan ibu kota negara, penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin, (28/3/2022). Dalam aksi tersebut para mahasiswa menyampaikan protes terhadap pemerintah atas beberapa masalah yang terjadi di beberapa waktu terakhir, seperti kelangkaan bahan pokok, pemindahan ibu kota negara, penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
6. Demo RUU Pilkada 2024
Terakhir yakni pada hari ini, elemen mahasiswa, buruh, dan beberapa masyarakat pun melakukan aksi demo di DPR RI, MK, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menolak pengesahan RUU Pilkada 2024.
Sebelum melakukan aksi, masyarakat sempat melakukan protes yang membanjiri media sosial pada Rabu (21/8/2024). Netizen di Indonesia ramai membagikan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial dengan tulisan ""Peringatan Darurat".
Pantauan CNBC Indonesia, sejak Rabu kemarin hingga Kamis pagi, banyak yang mengunggah Instagram Stories dengan mematrikan visual tersebut.
Kemudian pada hari ini, aksi protes oleh BEM SI dan para buruh sebagai protes terhadap revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Panja revisi UU Pilkada Baleg DPR RI.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Video: PSN Tropical Coastland Mau Dikaji Ulang, Ini Kata Pemerintah
Massa Persaudaran Alumni (PA) 212 Dkk menuntut pemakzulan Presiden Joko Wiodo (Jokowi) saat demo menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta. PDIP menilai tuntutan pemakzulan itu merupakan bentuk rasa kebencian terhadap Jokowi.
"Kemudian kalau itu bicara pemakzulan nanti kita juga ngomong itu oknum, kan gitu, tapi ini adalah rasa kalau boleh dibilang ini rasa tidak suka, kebencian kepada presiden, kebencian kepada orang tertentu. Ini kalau kita mau tertib, mengungkapkan kebencian kepada seseorang atau apapun, itu di muka publik itukan kena pasal 156 dan itu dituntut 4 tahun bisa, cuma masa seperti itu, kan nggak," kata Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDIP, Bambang Wuryanto kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
Bambang yang akrab disapa Pacul itu mengatakan pihaknya tak ingin melaporkan tuntutan pemakzulan ini kepada pihak berwajib. Sebab untuk pemakzulah terhadap presiden, tak bisa hanya berdasarkan tuntutan massa saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak usah, nggak usah, pemakzulan itu apa. Pemakzulan presiden itu nggak dapat, bahkan impeachment nggak dapat. Itu ada prosesnya, makanya itu nomor satu perbaiki proses yang bagus, prosedurnya diperbaiki, gitu loh. Bukan cuma mengungkapkan ketidaksukaan," ujar Bambang.
Bambang kembali mengatakan massa demo yang menuntut pemakzulan Jokowi hanya berdasarkan rasa tak suka. "Rasa tidak suka, minimum, atau benci sama presiden," imbuh Wakil Ketua Komisi I DPR itu.
Sebelumnya, massa PA 212 Dkk menggelar aksi menolak RUU HIP di depan Gedung DPR. Mereka tampak membawa spanduk-spanduk, salah satunya berisi tulisan 'Makzulkan Jokowi'.
Selain membawa sejumlah spanduk bertuliskan pemakzulan Jokowi, massa juga turut membawa poster 'Bubarkan PDIP' serta poster 'Tolak RUU HIP dan Tangkap Inisiatornya'.
Dari mobil komando, orator tampak menyerukan yel-yel. "Lawan lawan lawan PKI, lawan PKI NKRI Harga Mati," ujar salah seorang orator.
Di mobil komando juga tampak spanduk berisi lima tuntutan umat (Lumat). Berikut isi kelima tuntutan tersebut:
1. Makzulkan Jokowi2. Bubarkan PDIP3. Tolak RUU HIP & Tangkap Inisiator4. Tolak RUU Omnibus Law5. Batalkan UU Corona
Tonton video 'Tolak RUU HIP, Massa PA 212 Padati Jalan Depan Gedung DPR':
To attend in-person, please register via EventbriteTo attend via Zoom, please register vis this linkPurchase tickets for our optional Friday night Social Dinner and or Saturday lunch via our Eventbrite page. Limited seats, and booking is essential.How Jokowi changed IndonesiaDuring a decade of governing Indonesia, President Joko Widodo (Jokowi) has emerged as one of the most popular, but also most polarising, political figures in the post-Reformasi period. Jokowi’s supporters have lauded his remarkable evolution from an outsider with little clout among the country’s political elite to a formidable powerbroker, pushing through hard-hitting and often controversial reforms. Jokowi’s critics, on the other hand, have assailed his government’s coercive approach to political opponents, and his pursuit of a grand economic vision at the cost of democratic freedoms and institutional integrity. Regardless of which side of the debate one is on, however, there is no denying Jokowi’s enduring popularity with a public that sees their president as a hardworking man of the people.
The 2024 Indonesia Update Conference will take a broad view of Jokowi’s legacy. To tell this story, we need to first recall the Indonesia that President Yudhoyono left behind: a stable democracy and economy, but one in which governance was characterised by policy inertia and stagnation. The Jokowi years, on the other hand, have been anything but stagnant. Instead, to hit policy targets across a range of sectors, the president and his team have pushed institutions to their limits, revealing both the weaknesses and strengths of Indonesia’s democratic rules, regulations and norms. But how far has Jokowi truly transformed Indonesia? To answer this question, the Conference will bring together experts from Australia, Indonesia, and around the world. We will examine the mark that Jokowi has left on the country’s economy, welfare, politics, security, environment, and international relations.
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan aksi untuk mengkritik 10 tahun pemerintahan Jokowi, Rabu, 16 Oktober 2024. Aksi yang digelar menjelang lengsernya Jokowi pada 20 Oktober 2024 ini bertema 'Menghitung Hari Menuju Pengadilan Jokowi'. Aksi BEM SI itu dilakukan dengan long march dari TVRI sampai pada titik pusat aksi di Gedung DPR RI.
Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, mengatakan, aksi ini dilakukan untuk memperingati 10 tahun pemerintahan Jokowi. Menurut Satria, selama itu, pemerintah Jokowi telah membuahkan darah dan tangisan kepada rakyat melalui berbagai sikap, kebijakan, dan perundang-undangan yang menyengsarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Aksi simbolik namun begitu esensial dalam memaknai 10 tahun kepemimpinan Joko Widodo. Kesengsaraan, tangisan, ketakutan, kepalsuan dan lainnya akan kita luapkan dalam berbagai simbol dan narasi," kata Satria dalam keterangannya, Rabu.
Satria mengatakan, aksi ini mengulas berbagai dosa Jokowi selama 10 tahun menjabat. Sepuluh dosa itu yakni autocratic legalism, omnibus law, deforestasi, perusakan lingkungan, politik sandera, undang-undang bermasalah, represifitas aparat, pelemahan KPK, hingga dinasti politik.
"Aksi ini juga merupakan sinyal pantikan dari jakarta yang kami kirimkan kepada wilayah-wilayah dan daerah-daerah untuk kemudian juga turut melakukan Aksi Massa secara besar mulai hari ini sampai tanggal 20 Oktober nanti", kata Satria.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) sebelumnya juga menggelar aksi unjuk rasa mengkritik 10 tahun pemerintahan Jokowi pada Senin, 22 Juli 2024. Aksi itu berlangsung di area Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat.
Fawwaz Ihza Mahendra, Koordinator Isu Reformasi Hukum dan HAM BEM SI menilai Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan gagal untuk menjalankan amanah konstitusi, alih alih fokus dalam menyelesaikan masalah presiden justru menahkodai negara ini dengan ugal ugalan. Dia mengaku perasaannya campur aduk melihat sikap Jokowi.
“Sedih, kecewa, geram, marah dan merasa bahwa kami mahasiswa tidak berarti bagi Jokowi. Padahal yang kami lakukan demi bangsa sebagai penerus negeri ini. Saya rasa presiden yang mementingkan datang ke nikahan selebriti daripada rakyat yang sedang kesulitan itu sikap kurang ajar,” kata Ketua BEM Unpad tersebut
Hatta Muarabagja berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini Selasa, 24 September 2024, diperingati sebagai Hari Tani Nasional ke-64. Hari Tani Nasional kali ini menjadi yang terakhir dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Serikat Petani Indonesia (SPI) pun menyampaikan 6 permintaan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang akan memulai pemerintahannya pada Oktober 2024 nanti bersama Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Permintaan pertama, SPI mengajukan agar Reforma Agraria diarahkan pada upaya merombak struktur penguasaan agraria yang timpang dan memastikan land reform. Yakni membagikan tanah untuk rakyat yang tak bertanah, petani gurem untuk usaha-usaha pertanian, perikanan untuk kedaulatan pangan, maupun untuk perumahan dan pemukiman, serta fasilitas sosial bagi rakyat.
Kedua, meminta pemerintah menghentikan segala Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menggusur tanah rakyat dan membabat hutan hujan Indonesia.
"Seperti proyek food estate dan real estate," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/9/2024).
Ketiga, menolak pasar tanah melalui lembaga Bank Tanah, dan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada orang asing yang diusung oleh IMF World Bank, yang bersifat Kapitalis dan Neo-Liberal.
Keempat, meminta pemerintahan mendatang melaksanakan Reforma Agraria berdasarkan Konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Kelima, segera mencabut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) karena undang-undang ini dinilainya melanggar Konstitusi, dan menghalangi dilaksanakannya reforma agraria.
Dan,keenam, meminta pemerintahan berikutnya menghentikan kriminalisasi dan diskriminasi hukum terhadap petani.
"Pemerintah harus melindungi hak asasi petani baik itu berdasarkan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berdasarkan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang bekerja di Perdesaan (United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas)," ujar Henry.
Adapun enam tuntutan tersebut, kata Henry, dilatarbelakangi oleh Reforma Agraria yang sejatinya bertujuan untuk merombak struktur agraria yang timpang. Namun, menurut Henry, justru memperluas ketimpangan agraria itu sendiri.
"Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pemberian HGU selama 190 tahun kepada korporasi," ucap dia.
Dia mengatakan, Reforma Agraria diarahkan hanya untuk melegalisasi penguasaan kepemilikan tanah yang sudah timpang melalui project sertifikasi tanah, dan menjadi jalan korporasi-korporasi besar menguasai tanah dengan atas nama Proyek PSN, serta atas nama perubahan iklim.
"Jutaan hektar tanah rakyat dijadikan hutan konservasi restorasi sebagai komoditas perdagangan karbon," lanjut dia.
Henry mengatakan, kenyataannya hari ini konflik agraria semakin meningkat, karena perampasan tanah rakyat semakin meluas, dan konflik agraria yang sudah ada selama ini tidak ada penyelesaian yang luas dan komprehensif.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, terdapat 1.385 kasus pengaduan masyarakat terkait konflik agraria selama tujuh tahun terakhir (2016-2023). Dari angka tersebut, lanjutnya, 70 lokasi telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sampai dengan Februari 2024, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pada LPRA baru sebanyak 24 LPRA, yakni 14.968 bidang atau 5.133 Ha untuk 11.017 Kartu Keluarga.
"Jadi masih ada 46 LPRA yang belum selesai, dan 1.361 lokasi aduan konflik agraria yang mangkrak," sebutnya.
Selain itu, Henry menyebut jumlah petani gurem dan rakyat yang tak bertanah semakin meningkat selama 10 tahun terakhir ini. Dia melansir Laporan Penelitian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan RI (ATR/BPN) tahun 2019, yang menunjukkan luas tanah pertanian yang dimiliki petani berdasarkan hasil Sensus Pertanian terjadi distribusi yang tidak merata.
"Petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektare mengalami lonjakan dalam satu dekade terakhir, dari 14,24 juta pada tahun 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada tahun 2023 (Sensus Tani BPS 2023)," terang dia.
"Kedaulatan pangan semakin menjauh, karena tanah pertanian (sawah) dan hutan-hutan dikonversi untuk tanaman ekspor, dan kebutuhan pangan semakin besar diimpor setiap tahunnya selama 10 tahun terakhir ini," pungkas Henry.
Sebagai informasi, Reforma Agrari merupakan salah satu program yang dicanangkan Presiden Jokowi dalam Nawacita yang dilontarkannya saat kampanye pemilihan presiden 10 tahun silam.
Saksikan video di bawah ini: